Minggu, Maret 12, 2017



  1. A. Preface
Fenomena penerapan prinsip syariah dalam lembaga keuangan semakin berkembang pesat, tidak hanya di perbankan tetapi juga lembaga keuangan bukan bank (LKBB). Di sektor lembaga keuangan bank dikenal dengan perbankan syariah, sedangkan pada lembaga keuangan bukan bank dengan mengacu pada Penjelasan Pasal 49 huruf i Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, terdiri dari lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.
Adapun mengenai Baitul Maal wat Tamwil (BMT) tercangkup dalam istilah lembaga keuangan mikro syariah. Keberadaaan BMT ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam pengembagan sektor ekonomi riil, terlebih bagi kegiatan usaha yang belum memenuhi segala persyaratan untuk mendapatkan pembiayaan dari lembaga perbankan syariah.
BMT merupakan bentuk lembaga keuangan dan bisnis yang serupa dengan koperasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Baitul tamwil merupakan cikal bakal lahirnya bank syariah pada tahun 1992. Segmen masyarakat yang biasanya dilayani BMT adalah masyarakat kecil yang kesulitan berhubungan dengan bank. Perkembangan BMT semakin marak setelah mendapat dukungan dari Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (YINBUK) yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Apa peranan BMT dalam rangka pemberdayaan sektor ekonomi riil; Bagaimana optimalisasi peran itu dalam realitas kehidupan masyarakat; Apa yang menjadi kendala dalam upaya dimaksud; Dan alternatif solusi yang dapat ditempuh untuk menghilangkan atau paling tidak meminimalisir adanya kendala dimaksud, akan menjadi bahasan dalam artikel ini.
  1. B. Peranan BMT dalam Rangka Pemberdayaan Sektor Usaha Mikro
Krisis moneter yang melanda bangsa Indonesia pada 2008-2009 awal yang lalu menyebabkan sektor riil di kaum akar rumput hampir lumpuh dengan banyaknya pengusaha yang ‘gulung tikar’ alias mengalami kebangkrutan.
Dalam realitasnya, operasional bank syariah belum dapat secara optimal menjangkau sektor usaha mikro di tingkat akar rumput (grass root). Hal demikian karena ternyata bank syariah sebagai lembaga intermediasi keuangan dalam menjalankan fungsinya menyalurkan dana kepada masyarakat berupa memberikan pembiayaan masih mensyaratkan adanya jaminan yang itu tidak mudah bisa dipenuhi oleh nasabah, khususnya nasabah kecil. Di sisi yang lain fakta menunjukkan bahwa operasional bank syariah juga terbatas di kota-kota, sedangkan pelaku sektor ekonomi riil juga sebagian berada di desa-desa. Dengan demikian layanan yang diberikan oleh bank syariah belum dapat menjangkau sektor ekonomi riil secara optimal.
Kondisi tersebut menjadi latar belakang munculnya lembaga-lembaga keuangan mikro yang sudah menjangkau hingga ke pedesaan-pedesaan atau yang dikenal dengan sebutan BMT. BMT dalam operasional usahanya pada dasarnya hampir mirip dengan perbankan yaitu melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk pembiayaan, serta memberikan jasa-jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Secara umum produk BMT dalam rangka melaksanakan fungsinya tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat hal yaitu:
a. Produk penghimpunan dana (funding)
b. Produk penyaluran dana (lending)
c. Produk jasa
d. Produk tabarru’: ZISWAH (Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, dan Hibah)
Dengan demikian sebagaimana namanya BMT menjalankan dua misi, yaitu misi sosial (tabarru’) dan misi untuk mendapatkan keuntungan (tamwil). Keduanya hendaknya mampu dilaksanakan oleh BMT secara proporsional.
Penjelasan mengenai produk BMT dengan mengacu pada Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dapat dikemukakan sebagai berikut:
Pertama, produk penghimpunan dana yang ada di BMT pada umumnya berupa simpanan atau tabungan yang didasarkan pada akad wadiah dan akan mudharabah. Untuk itu dalam BMT dikenal adanya dua jenis simpanan yaitu simpanan wadiah dan simpanan mudharabah.
Secara fikih akad wadiah ditinjau dari boleh tidaknya penerima titipan untuk memanfaatkan barang titipan tersebut dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
  1. Wadiah al-Amanah, yaitu akad wadiah yang mana pihak yang menerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang yang dititipkan.
  2. Wadiah ad Dhamanah, yaitu akad wadiah yang mana pihak yang menerima titipan diperbolehkan untuk memanfaatkan uang/barang yang dititipkan, dengan ketentuan bahwa sewaktu-waktu pemilik barang membutuhkan uang/barang yang bersangkutan masih utuh.
BMT akan menggunakan akad Wadiah ad Dhamanah dalam produk simpanannya, sehingga ia dapat menggunakan dana yang disimpan oleh nasabah untuk kegiatan produktif. Hal demikian juga mendatangkan keuntungan bagi nasabah, yakni bahwa nasabah dimungkinkan mendapatkan bonus yang besarnya tergantung pada kebijaan BMT dan tidak boleh diperjanjikan di muka. Melalui simpanan wadiah nasabah BMT terhindar dari risiko kerugian, akan tetapi potensi penghasilan atau keuntungan yang akan diperoleh juga kecil karena sangat tergantung pada kebijakan dari BMT yang bersangkutan.
Dalam hal nasabah BMT menghendaki uang yang di simpan juga memberikan tambahan pendapatan atau memang ditujukan sebagai sarana investasi maka BMT biasanya juga menyediakan produk simpanan yang di dasarkan pada akad mudharabah. Melalui simpanan mudharabah nasabah berpeluang mendapatkan penghasilan yang besarnya sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah diperjanjikan di awal akad. Namun demikian nasabah yang memakai skema simpanan mudharabah juga menanggung risiko kerugian atas uang yang ia simpan.
Kedua, produk penghimpunan dana yang di sediakan oleh BMT bisa mendasarkan pada akad-akad tradisional Islam, yakni akad jual beli, akad sewa-menyewa, akad bagi hasil, dan akad pinjam meminjam.
  1. 1. Jual Beli
Jual beli intinya adalah akad antara penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli, dimana obyeknya adalah barang dan harga. Adapun penerapan dari akad jual beli ini dalam transaksi BMT tampak dalam produk pembiayaan murabahah, salam, dan istishna. Dengan demikian akad jual beli hanya dapat diterapkan pada produk perbankan berupa penyaluran dana. Adapun pengertian dari masing-masing jenis pembiayaan dimaksud adalah sebagai berikut:
  1. Murabahah, adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati.
  2. Salam, adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
  3. Istishna, adalah jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
Implementasi akad murabahah, salam, dan istishna, khususnya dalam praktik BMT secara teknis dapat dibaca dalam Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, Fatwa DSN MUI No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam, dan Fatwa DSN MUI No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna.
  1. 2. Bagi Hasil
Penerapan akad bagi hasil dalam transaksi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) inilah yang lebih dikenal di masyarakat karena memang fungsinya sebagai pengganti bunga. Akad ini unik, karena dalam praktik BMT bisa diterapkan dalam dua sisi sekaligus, yaitu sisi penghimpunan dana (funding) dan sisi penyaluran dana (lending).
Implementasi akad bagi hasil dalam produk BMT di bidang penghimpunan dana sebagaimana disebut di atas dalam bentuk simpanan, sedangkan implementasinya dalam produk penyaluran dana adalah pada produk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah. Secara teknis mengenai penerapan akad mudharabah dalam bentuk pembiayaan dapat dibaca dalam Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) dan untuk penerapan akad musyarakah dalam produk pembiayaan dapat dibaca dalam Fatwa DSN MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah.
  1. 3. Sewa-Menyewa
Sewa-menyewa merupakan perjanjian yang obyeknya adalah manfaat atas suatu barang atau pelayanan, sehingga bagi pihak yang menerima manfaat berkewajiban untuk membayar uang sewa/upah (ujrah). Dalam praktik BMT akad sewa-menyewa ini diterapkan dalam produk penyaluran dana berupa pembiayaan ijarah dan pembiayaan ijarah muntahia bit tamlik (IMBT), yang penjelasannya adalah sebagai berikut:
  1. Ijarah adalah transaksi sewa-menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Secara teknis mengenai penerapan akad ijarah di BMT dapat mengacu pada Fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
  2. Ijarah Muntahia Bit Tamlik (IMBT), adalah transaksi sewa-menyewa yang memberikan hak opsi di akhir masa sewa bagi pihak penyewa untuk memiliki barang yang menjadi obyek sewa melaluai mekanisme hibah ataupun melalui mekanisme beli. Secara teknis mengenai implementasi IMBT ini dapat dibaca dalam ketentuan Fatwa DSN MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Mutahiyah bi Al-Tamlik.
4. Pinjam-meminjam yang Bersifat Sosial
Dalam sistem konvensional produk penyaluran dana berupa kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam dengan ketentuan bahwa nasabah debitur wajib membayar bunga berdasarkan presentase tertentu terhadap pokok pinjaman. Ini merupakan riba, yang jelas-jelas dilarang dalam Islam. Dalam Islam akad pinjam-meminjam juga disediakan tetapi hanya pada keadaan emergency, artinya bahwa pinjaman akan diberikan hanya kepada nasabah yang benar-benar membutuhkan uang. Pihak BMT selaku pemberi pinjaman dilarang meminta imbalan betapapun kecilnya, karena itu termasuk riba.
Dalam operasional BMT transaksi pinjam-meminjam ini dikenal dengan nama pembiayaan qardh, yaitu pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Ada juga qardh al-hasan (pinjaman kebajikan), yang pada dasarnya dalam hal nasabah tidak mampu mengembalikan, maka seyogyanya pihak pemberi pinjaman bisa mengikhlaskannya. Secara teknis mengenai pembiayaan qardh ini mengacu pada Fatwa DSN MUI No. 19/DSN-MUI/IX/2000 tentang al Qardh.
Ketiga, produk jasa merupakan produk yang saat ini banyak dikembangkan oleh LKS termasuk BMT, karena melalui produk ini bank akan mendapatkan pendapatan berupa fee. Dengan semakin banyaknya jenis produk jasa yang diberikan oleh BMT kepada nasabahnya, maka semakin besar pula pendapatan BMT yang bersangkutan dari sektor ini. Adapun mengenai produk jasa misalnya di dasarkan pada akad wakalah. BMT berdasarkan akad wakalah ini dapat memberikan jasa, misalnya dalam perpanjangan STNK, SIM, KTP, dan sebagainya.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah berperan sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat yang mempunyai dana lebih (surplus unit) dan menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit unit). Dalam rangka optimalisasi peranan BMT untuk pengembangan sektor ekonomi riil, maka fungsi BMT di bidang penyaluran dana khususnya dalam bentuk pembiayaan produktif perlu lebih ditingkatkan.
  1. C. Optimalisasi Peranan BMT dalam Realitas Kehidupan Masyarakat
Peranan BMT di bidang penyaluran dana kepada masyarakat dunia usaha yang bergerak di sektor ekonomi riil perlu dioptimalkan. Adapun salah satu caranya selain peningkatan kapabilitas dan profesionalitas para pengelolanya, juga diperlukan pemahaman terhadap kondisi setempat dimana sebuah BMT berada. BMT yang berada di sekitar masyarakat petani, tentu berbeda dengan BMT yang ada di sekitar masyarakat pedagang.
Optimalisasi peran BMT dalam pengembangan sektor riil secara prinsip dapat dilakukan dengan mengenal motivasi dari nasabah atau calon nasabah ketika mereka mengajukan permohonan ke BMT. Adapun beberapa motivasi nasabah atau calon nasabah berikut jenis pembiayaan yang sesuai dapat diidentifikasi sebagai berikut:
  1. Nasabah atau calon nasabah yang menginginkan barang modal atau barang konsumtif dengan maksud untuk dimiliki, maka dengan melihat karakteristik pembiayaan sebagaimana tersebut di atas dan setelah melalui studi kelayakan (feasibility study), ia dapat diberikan pembiayaan murabahah.
  2. Nasabah atau calon nasabah yang menginginkan modal kerja atau tambahan modal kerja, maka dengan melihat karakteristik pembiayaan sebagaimana tersebut di atas dan setelah melalui studi kelayakan (feasibility study), ia dapat diberikan pembiayaan mudharabah/pembiayaan musyarakah.
  3. Nasabah atau calon nasabah yang menginginkan manfaat atas suatu barang, maka dengan melihat karakteristik pembiayaan sebagaimana tersebut di atas dan setelah melalui studi kelayakan (feasibility study), ia dapat diberikan pembiayaan ijarah. Dan apabila nasabah atau calon nasabah menghendaki kepemilikan atas barang di akhir masa sewa maka tepat jika ia diberi pembiayaan IMBT.
  4. Nasabah atau calon nasabah yang membutuhkan uang tunai karena adanya kebutuhan yang mendesak (emergency), maka dengan melihat karakteristik pembiayaan sebagaimana tersebut di atas dan setelah melalui studi kelayakan (feasibility study) ia dapat diberi produk berupa pembiayaan qardh/qardh al hasan.
Melalui peningkatan kapabilitas dan profesionalitas para pengelola BMT, serta kepekaan melakukan analisis pembiayaan sehingga dapat memberikan pembiayaan yang tepat bagi nasabah atau calon nasabah maka optimalisasi peranan BMT di sektor ekonomi riil dapat dilaksanakan dengan semestinya. BMT yang berperan secara optimal dapat memberikan andil dalam pembangunan nasional, sehingga diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud secara adil dan merata.
  1. D. Kendala dalam Pengelolaan BMT dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro
Banyak kendala-kendala yang menjadi hambatan pengelolaan BMT dalam pemberdayaan sektor riil. Kendala-kendala tersebut dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kendala internal dan kendala eksternal.
Kendala internal adalah kendala yang disebabkan karena faktor dari dalam BMT itu sendiri. Hal ini nampak pada adanya fakta bahwa banyak dijumpai pengurus atau pengelola BMT belum memahami tentang prinsip-prinsip syariah dan juga prinsip pengelolaan usaha yang baik dan benar. Atau dengan kata lain belum terpenuhinya sumber daya insani yang mumpuni di bidang ekonomi syariah, sehingga dalam praktiknya BMT seringkali menjadi sama dengan lembaga keuangan konvensional yang jauh dari nilai-nilai Islami.
Adapun kendala eksternal adalah kendala yang disebabkan oleh faktor dari luar BMT, seperti masih adanya budaya masyarakat yang belum sepenuhnya menerima eksistensi lembaga keuangan syariah karena di anggap njlimet dan tidak terprediksi. Kendala pada aspek hukum juga masih dijumpai, yakni terkait dengan status hukum BMT yang pada umumnya adalah koperasi. Menurut ketentuan hukum koperasi memerlukan aspek legal lain jika ingin melakukan kegiatan penghimpunan dana. Fungsi BMT yang hampir mirip-mirip dengan bank, yakni sebagai lembaga intermediasi keuangan belum mendapatkan pijakan hukumnya yang kokoh.
Adanya kendala dimaksud perlu segera dicarikan jalan keluarnya, agar BMT sebagai lembaga dengan target market sektor riil berupa usaha-usaha kecil dapat menjalankan perannya dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
  1. E. Alternatif Solusi untuk Mengatasi/Mengurangi Kendala-Kendala Menuju Kinerja BMT yang Optimum
Kendala berupa masih rendahnya sumber daya insani yang memahami pengelolaan lembaga keuangan berdasarkan prinsip syariah, khususnya bagi BMT yang baru berdiri dapat diatasi dengan proses magang pada BMT lain yang sudah memiliki kredibilitas dalam operasionalnya. Di samping itu juga dapat melalui partisipasi dalam program pelatihan ekonomi syariah yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga terkait.
Dalam mengatasi kendala-kendala yang terjadi, sektor hukum juga mempunyai peran penting di dalamnya. Adapun untuk mencapai keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan pembiayaan kepada masyarakat, BMT dapat menerapkan prinsip-prinsip berikut:
  1. Prinsip kehati-hatian (prudential principle) dalam melaksanakan kegiatannya, terutama dalam pemberian pembiayaan kepada masyarakat.
  2. Prinsip mengenal nasabah (know your customer principle), hal ini lebih menekankan aspek karakter nasabah.
  3. Secara internal perlu menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, yang meliputi transparancy, accountability, responsibility, independency, and fairness.
Kemudian dalam rangka pemasaran produk-produk BMT kepada masyarakat, ada beberapa strategi yang dapat ditempuh oleh pengelola BMT yang bersangkutan antara lain yaitu:
  1. Meluruskan niat, bahwa niat pengelola yang utama adalah berupa niat untuk beribadah kepada Allah SWT. Dengan diniatkan ibadah, maka seorang pengelola akan mendapatkan dua macam keutamaan yakni berupa pahala dan keberhasilan dalam pengelolaan BMT.
  2. Memperhatikan ulama. Ulama adalah tokoh yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat sehingga pengurus BMT dapat menjalin kerjasama saling menguntungkan dengannya untuk kepentingan sosialisasi mengenai lembaga keuangan yang dikelola berdasarkan prinsip syariah dimaksud.
  3. Memperluas jaringan kerjasama. BMT dapat menjalin kerjasama dengan BMT lain, Bank Syariah, Pemerintah, dan siapa saja yang memiliki minat dalam rangka mengembangkan sistem ekonomi Islam dalam kehidupan bermasyarakat.
  4. Metode jemput bola. Metode ini perlu ditempuh untuk mengakselerasi perkembangan BMT, misalnya dengan pembentukan unit khusus yang menawarkan produk BMT dari rumah ke rumah.
Strategi pemasaran tersebut sama-sama penting dan saling menguatkan dalam rangka optimalisasi peran BMT.
Setelah keempat pendekatan di atas dilalui, selanjutnya perlu dikembangkan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Pengelola BMT harus mampu bertindak jujur, amanah, serta profesional di bidangnya, yang diwujudkan dengan mengedepankan transparansi manajemen, keikhlasan menerima kritik dan saran, bijaksana dalam mengambil keputusan penting, memberikan pelayanan terbaik.
  2. Memilih produk-produk yang tepat: sederhana, tidak terlalu berisiko, dan memiliki nilai jual yang tinggi.
  3. F. Penutup
Demikian sekilas pembahasan mengenai optimalisasi peranan BMT sebagai penggerak sektor ekonomi riil. Perkembangan sektor ekonomi riil akan dapat berlangsung dengan cepat ketika didukung oleh tersedianya sumber dana yang memadahi dan sesuai dengan nilai-nilai keadilan. BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah sudah saatnya berbenah diri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan dana bagi pengembangan kegiatan usaha. Adanya merupakan salah satu kontribusi bagi suksesnya proses pembangunan, sehingga pelan tapi pasti dapat mengikis atau mengurangi jumlah penduduk miskin di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Chapra, Umar, 2000, Islam dan Pembangunan Ekonomi, pent. Ikhwan Abidin Gema Insani Press.
Khan, 1997, Muhammad Akram ‘The Role of Government in the Economy,” The American Journal of Islamic Social Sciences, Vol. 14, No. 2.
Muhamad, 2006, Perkembangan Bisnis dan Keuangan Syariah di Indonesia dalam Bank Syariah, Analisis Kekuatan, Kelemahan, dan Ancaman, Yogyakarta: Ekonisia.
Rizky, Awalil, 2007, BMT: Fakta dan Prospek Baitul Maal wat Tamwil, Yogyakarta: UCY Press.
SM, Makhalul Ilmi, 2002, Teori dan Praktik Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Yogyakarta: UII Press.
Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah
Fatwa DSN MUI No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam
Fatwa DSN MUI No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna
Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)
Fatwa DSN MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah
Fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah
Fatwa DSN MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Mutahiyah bi Al- Tamlik
Fatwa DSN MUI No. 19/DSN-MUI/IX/2000 tentang al Qardh

Senin, Februari 16, 2009

Madinah Di Awal Hijrah

Oleh: Mochamad Bugi
dakwatuna.com - Kehidupan generasi pertama kaum muslimin penuh dengan ujian, penderitaan, dan fitnah. Di Mekah mereka mendapat tekanan dan menanggung penganiayaan dari kaum Quraisy. Karena itulah, Rasulullah saw. memerintahkan para sahabat untuk hijrah ke Madinah.
Meski sudah hijrah ke Madinah, ancaman kaum Quraisy tidak surut. Bahkan, meningkat. Maklum, perlindungan kaum Anshar terhadap kaum muslimin Muhajirin dari Mekah, dianggap kaum Quraisy sebagai ancaman yang membahayakan eksistensi dan martabat mereka. Karena itu, Rasulullah saw. dan para sahabat sadar betul bahwa kota Madinah bisa diserang setiap saat oleh kaum Quraisy.
Kesadaran itu membuat seluruh kota Madinah siaga satu. Mereka tidak pernah tidur kecuali dengan memeluk senjata. Kondisi ini digambarkan oleh Aisyah r.a., “Sesampai di Madinah, Rasulullah saw. tidak pernah tidur semalaman. Lalu beliau bersabda, ‘Seandainya ada salah seorang sahabatku yang melindungiku malam ini.’”
Aisyah melanjutkan, “Ketika kami semua juga susah tidur, tiba-tiba kami mendengar suara denting pedang. Maka Rasulullah berkata, ‘Siapa itu?’ Lalu terdengar jawaban, ‘Saad bin Abi Waqqash.’ Kemudian Rasulullah saw. bertanya, ‘Apa yang membuatmu datang ke sini?’ Saad menjawab, ‘Diriku sangat khawatir akan keselamatan Rasulullah sehingga aku datang untuk menjaganya.’ Lantas Rasulullah memanggil Saad, dan kemudian beliau baru tidur.” (Ath-Thabari, Jami’ Al-Bayan ‘an Ta’wil Ayi Al-Qur’an, juz 10, hal. 159-160. Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, juz 3, hal. 301).
Hari-hari pun terus berlalu. Perintah Allah swt. untuk berperang melawan kekafiran secara frontal pun turun. Para sahabat menjalankan perintah itu, namun masih diliputi rasa khawatir dan was-was. Kemana pun pergi, mereka membawa senjata, siang dan malam. Sampai-sampai seorang sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, akan selamanyakah kita hidup dalam ketakutan seperti ini? Tidakkah akan datang suatu hari dimana kita dapat merasakan keamanan dan meletakkan senjata?”
Rasulullah saw. menjawab, “Kalian tidak akan bersabar terlalu lama hingga seseorang di antara kalian memimpin sebuah masyarakat besar dengan penuh kasih sayang dan tidak bertindak sewenang-wenang. Sebab, Allah saw. telah berfirman, ‘Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sunguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa’.”
Sabar. Tabah. Itu dua hal yang ditekankah Rasulullah saw. kepada para sahabat. Apalagi musuh bukan hanya datang dari luar. Ketika sampai di Madinah, Rasulullah saw. mendapati penduduk yang heterogen: ada muslimin, musyrikin penyembah berhala, dan ada juga kaum Yahudi.
Ancaman juga datang dari kalangan Yahudi. Salah satunya dari Syas bin Qais. Tetua Yahudi ini sangat tidak suka dengan kerukunan kaum Aus dan Khazraj di suatu majelis yang ia saksikan. Sebelum Islam datang, kedua kaum ini bermusuhan. Dan, kaum Yahudi selalu mendapat keuntungan dari peperangan mereka. Karena itu, Syas meminta seorang pemuda Yahudi untuk memprovokasi. Katanya, “Temuilah orang-orang itu dan duduklah bersama mereka. Lalu ungkit kembali Perang Bu’ats dan peperangan lain yang pernah terjadi di antara mereka. Lantunkan juga syair-syair yang pernah mereka lontarkan untuk saling mengejek sesama mereka!”
Provokasi pemuda Yahudi itu berhasil. Para sahabat yang berasal dari kalangan Aus dan khazraj saling berhadapan. Mereka melompat ke atas kuda-kuda mereka dengan penuh amarah meneriakkan kata, “Perang!”
Rasulullah saw. dan kalangan Muhajirin bergegas menemui mereka. “Wahai kaum muslimin!” panggil Rasulullah saw. kepada mereka. “Ingatlah Allah! Berdzikirlah kalian kepada Allah! Adakah kalian ingin kembali menjadi jahiliyah sedangkan aku sudah berada di tengah-tengah kalian, Allah telah memberi petunjuk kepada kalian hingga memeluk Islam, Allah juga sudah memuliakan kalian, memutuskan kejahiliyahan dari kalian, menyelamatkan kalian dari kekufuran dan menyatukan hati kalian dengan Islam?”
Orang-orang Aus dan Khazraj tersentak. Mereka sadar telah termakan provokasi. Mereka menangis. Menyesal. Saling berpelukan dan saling bermaafan.
Rongrongan sekali lagi datang. Kali ini dari kaum musyrikin Madinah. Sebelum Perang Badar, Rasulullah saw. bermaksud mengunjungi Sa’ad bin ‘Ubadah. Nabi saw. yang dikawal Usamah bin Zaid, menunggangi keledai dengan kecepatan cukup tinggi meliwati sebuah perkumpulan yang dihadiri orang-orang musyrikin, Yahudi, para penyembah berhala, dan beberapa orang kaum muslimin.
Abdullah bin Ubay bin Syahlul yang belum masuk Islam ketika itu, menutup hidungnya dengan sorban karena debu yang mengebul. Ia berkata Rasulullah saw., “Hai, kalian jangan menghamburkan debu-debu itu kepada kami.”
Rasulullah saw. pun berhenti dan menghampiri mereka. Setelah memberi salam, Rasulullah saw. mengajak orang-orang yang hadir di perkumpulan itu untuk menyembah Allah. Rasulullah saw. membacakan beberapa ayat Al-Qur’an. Melihat itu Abullah bin Ubay tidak senang. Ia berkata, “Hai manusia, tidak ada kata-kata sebaik yang engkau ucapkan. Tapi, jika ucapanmu itu memang benar, janganlah kau sakiti kami dengan kata-kata itu di dalam majelis kami ini. Naiklah ke kendaraanmu lagi dan tinggalkan kami. Dan kepada siapa saja yang datang kepadamu, ceritakanlah kejadian ini kepadanya.”
Abdullah Rawahah yang juga ada di perkumpulan itu menyela, “Tidak, ya Rasulullah. Engkau boleh memenuhi majelis kami ini dengan seruan-seruanmu itu. Sebab, sesungguhnya kami sangat menyukai ajakan-ajakanmu itu.”
Akibatnya, perkumpulan itu ribut. Terjadi percekcokan antara kaum muslimin berhadapan dengan kaum musyrikin yang didukung kaum Yahudi. Bahkan, hampir terjadi baku hantam. Namun, Rasulullah saw. berhasil menenangkan mereka.
Begitulah suasana Madinah di awal-awal hijrah. Selalu saja ada desas-desus yang ditiupkan kalangan yang memusuhi Islam. Rasulullah saw. mendidik para sahabat untuk senantiasa berjiwa besar, pemaaf, dan lapang dada serta berupaya mempersempit kesempatan musuh yang secara diam-diam berkonspirasi untuk merongrong dan mengikis kekuatan umat Islam yang sedang tumbuh. Kaum muslimin sadar betul bahwa mereka harus menggalang kekuatan untuk menghadapi serangan yang setiap saat akan datang dari kekuatan besar di luar Madinah: pasukan kaum Quraisy. Itulah salah satu alasan strategisnya Perjanjian Madinah ditandatangani Rasulullah saw.: untuk meredam ancaman dari dalam kota Madinah yang berasal dari kalangan Yahudi dan kaum musyrikin.

Allah Tidak Tidur

Malam telah larut saat saya meninggalkan kantor. Telah lewat pukul 11 malam.Pekerjaan yang menumpuk, membuat saya harus pulang selarut ini. Ah, hari yangmenjemukan saat itu. Terlebih, setelah beberapa saat berjalan, warna langittampak memerah. Rintik hujan mulai turun. Lengkap sudah, badan yang lelahditambah dengan “acara” kehujanan.
Setengah berlari saya mencari tempat berlindung. Untunglah, penjual nasi gorengyang mangkal di pojok jalan, mempunyai tenda sederhana. Lumayan, pikir saya.Segera saya berteduh, menjumpai bapak penjual yang sendirian, ditemani rokok danlampu petromak yang masih menyala. Dia menyilahkan saya duduk. “Disini saja dik,daripada kehujanan…,” begitu katanya saat saya meminta ijin berteduh.Benar saja, hujan mulai deras, dan kami makin terlihat dalam kesunyian yangpekat. Karena merasa tak nyaman atas kebaikan bapak penjual dan tendanya, sayaberkata, “tolong bikin mie goreng pak, di makan disini saja. Sang Bapaktersenyum, dan mulai menyiapkan tungku apinya. Dia tampak sibuk. Bumbu danpenggorengan pun telah siap untuk di racik. Tampaklah pertunjukkan sebuahpengalaman yang tak dapat diraih dalam waktu sebentar. Tangannya cekatan sekalimeraih botol kecap dan segenap bumbu.
Segera saja, mie goreng yang mengepul telah terhidang. Keadaan yang semulacanggung mulai hilang. Basa-basi saya bertanya, “Wah hujannya tambah deras nih,orang-orang makin jarang yang keluar ya Pak?” Bapak itu menoleh ke arah saya,dan berkata, “Iya dik, jadi sepi nih dagangan saya..” katanya sambil menghisaprokok dalam-dalam.
“Kalau hujan begini, jadi sedikit yang beli ya Pak?” kata saya, “Wah, rezekinyajadi berkurang dong ya?” Duh. Pertanyaan yang bodoh. Tentu saja, tak banyak yangmembeli kalau hujan begini. Tentu, pertanyaan itu hanya akan membuat Bapak itutambah sedih. Namun, agaknya saya keliru…
“Gusti Allah, ora sare dik, (Allah itu tidak pernah istirahat), begitu katanya.“Rezeki saya ada dimana-mana. Saya malah senang kalau hujan begini. Istri samaanak saya di kampung pasti dapat air buat sawah. Yah, walaupun nggak lebar, tapilumayan lah tanahnya.” Bapak itu melanjutkan, “Anak saya yang disini pasti bisangojek payung kalau besok masih hujan…”
Degh. Dduh, hati saya tergetar. Bapak itu benar, “Gusti Allah ora sare”. AllahMemang Maha Kuasa, yang tak pernah istirahat buat hamba-hamba-Nya. Saya rupanyatelah keliru memaknai hidup. Filsafat hidup yang saya punya, tampak tak adaartinya di depan perkataan sederhana itu. Makna nya terlampau dalam, membuatsaya banyak berpikir dan menyadari kekerdilan saya di hadapan Tuhan.
Saya selalu berpikiran, bahwa hujan adalah bencana, adalah petaka bagi banyakhal. Saya selalu berpendapat, bahwa rezeki itu selalu berupa materi, dan halnyata yang bisa digenggam dan dirasakan. Dan saya juga berpendapat, bahwa saatada ujian yang menimpa, maka itu artinya saya cuma harus bersabar.
Namun saya keliru. Hujan, memang bisa menjadi bencana, namun rintiknya bisamenjadi anugerah bagi setiap petani. Derasnya juga adalah berkah bagisawah-sawah yang perlu diairi. Derai hujan mungkin bisa menjadi petaka, namunderai itu pula yang menjadi harapan bagi sebagian orang yang mengojek payung,atau mendorong mobil yang mogok.
Hmm…saya makin bergegas untuk menyelesaikan mie goreng itu. Beribu pikirantampak seperti lintasan-lintasan cahaya yang bergerak di benak saya. “Ya Allah,Engkau Memang Maha yang Tak Pernah Beristirahat” Untunglah, hujan telah reda,dan sayapun telah selesai makan. Dalam perjalanan pulang, hanya kata itu yangteringat, Gusti Allah Ora Sare….Gusti Allah Ora Sare…
***
Teman, begitulah, saya sering takjub pada hal-hal kecil yang ada di depan saya.Allah memang selalu punya banyak rahasia, dan mengingatkan kita dengan cara yangtak terduga. Selalu saja, Dia memberikan Cinta kepada saya lewat hal-hal yangsederhana. Dan hal-hal itu, kerap membuat saya menjadi semakin banyak belajar.
Termasuk kali ini. Ya, ini adalah hari yang bersejarah buat saya. Saat ini, usiasaya telah bertambah, dan milis ini pun memasuki tahun yang ketiga. Tentu, yatentu, saya merasa bersyukur sekali dengan semua ini. Namun, kadang wujud syukuritu tak tampak kentara dalam runutan hidup yang saya lakoni.
Dulu, saya berharap, bisa melewati tahun ini dengan hal-hal besar, dengansesuatu yang istimewa. Saya sering berharap, saat saya bertambah usia, harus adahal besar yang saya lampaui. Seperti tahun sebelumnya, saya ingin ada hal yangmenakjubkan saya lakukan.
Namun, rupanya tahun ini Allah punya rencana lain buat saya. Dalam setiap doasaya, sering terucap agar saya selalu dapat belajar dan memaknai hikmahkehidupan. Dan kali ini Allah pun tetap memberikan saya yang terbaik. Saya tetapbelajar, dan terus belajar, walaupun bukan dengan hal-hal besar dan istimewa.
Aku berdoa agar diberikan kekuatan…Namun, Allah memberikanku cobaan agar akukuat menghadapinya.
Aku berdoa agar diberikan kebijaksanaan…Namun, Allah memberikanku masalah agaraku mampu memecahkannya.
Aku berdoa agar diberikan kecerdasan…Namun, Allah memberikanku otak danpikiran agar aku dapat belajar dari-Nya.
Aku berdoa agar diberikan keberanian…Namun, Allah memberikanku marabahaya agaraku mampu menghadapinya
Aku berdoa agar diberikan cinta dan kasih sayang…Namun, Allah memberikankuorang-orang yang luka hatinya agar aku dapat berbagi dengannya.
Aku berdoa agar diberikan kebahagiaan…Namun, Allah memberikanku pintukesempatan agar aku dapat memanfaatkannya

Jumat, September 05, 2008

Rekomendasi Seminar Nasional Zakat

Rabu, 27 Agustus 2008
Ruang Multimedia Soemadipraja & Taher FH UI Depok


Bismillahirrahmanirrahim,

Setelah menimbang materi yang disampaikan narasumber dan masukan dari peserta selama seminar berlangsung, maka langkah yang paling tepat dalam kaitannya revisi UU Pengelolaan Zakat adalah mendorong pemerintah menjadi regulator dan pengawas. Fungsi pemerintah, dalam era partisipasi masyarakat tak lain menjadi penengah dan pembuat kebijakan perzakatan agar perannya makin optimal. Sehingga dengan demikian lembaga amil zakat yang didirikan masyarakat dan selama ini telah mendapat kepercayaan akan semakin dipercaya oleh masyarakat untuk mengelola dana zakat, infaq, dan shadaqah mereka.

Seiring berkembangnya partisipasi masyarakat dalam menanggulangi problematika kemiskinan bangsa, khususnya melalui aktifitas yang penuh semangat dan tranparan, bahkan menginspirasi meluasnya tanggungjawab sosial di tengah bangsa Indonesia, maka seminar ini merekomendasikan :

Pengaturan dan pengawasan pengelolaan zakat di Indonesia perlu ditangani oleh sebuah lembaga negara yang pembentukannya berdasarkan Undang-Undang. Hal ini bisa berupa Badan Zakat Nasional (BZN).
BZN berkantor di ibukota negara, dan dapat memiliki kantor wilayah di tingkat propinsi.
BZN adalah regulator dan pengawas perzakatan di Indonesia dan merupakan lembaga satu-satunya yang berwenang mengeluarkan dan mengawasi peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang yang mengatur pengelolaan zakat.
Operator (penghimpun dan pengelola zakat) hanya dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ). Karena itu Badan Amil Zakat (BAZ) yang ada saat ini didorong sepenuhnya untuk menjadi BZN yang berfungsi sebagai regulator dan pengawas. Maka, jika BZN, baik Baznas maupun Bazda tetap ingin mengelola zakat, mereka harus berubah menjadi Lembaga Amil Zakat. Jadi tidak ada dikotomi antara LAZ dan BAZ. Yang ada hanyalah LAZ swasta dan LAZ pemerintah sebagaimana dalam dunia perbankan yang hanya mengenal Bank Swasta dan Bank Pemerintah.

Semoga Allah SWT meridhoi upaya kita dalam melakukan penataan zakat di Indonesia.

Wabillahi taufiq wal hidayah

Depok, 27 Agustus 2008

Rekomendasi ini disepakati oleh

Circle of Information and Development (CID)
Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKIHI FHUI)
Forum Zakat (FOZ)
Narasumber: Mulya E. Siregar dan Wiwin P. Sujito serta Rohani Budi.
Lembaga Amil Zakat
Seluruh peserta yang hadir pada acara seminar Nasional Zakat

Minggu, Mei 18, 2008

Sibuk Mengurus Hati


Suatu ketika, seorang Arab datang ingin berguru kepada Abu Said Abul Khair, seorang tokoh sufi yang terkenal karena karamahnya dan gemar mengajar tasawuf di pengajian-pengajian. Rumah guru sufi itu terletak di tengah-tengah padang pasir. Ketika orang itu tiba, Abul Khair sedang memimpin majlis simaan (acara mendengarkan orang membaca doa, -red.) di tengah para pengikutnya. Waktu itu Abul Khair membaca Al-Fatihah. Ia tiba pada ayat: ghairil maghdubi alaihim, wa laz zalim. Orang Arab itu berfikir, '?Bagaimana mungkin aku boleh berguru kepadanya. Baca Al-Quran saja, ia tidak boleh. Orang itu mengurungkan niatnya untuk belajar kepada Abul Khair. Begitu orang itu keluar, ia dihadang oleh seekor singa padang pasir yang buas. Ia mundur tetapi di belakangnya ada seekor singa lain yang menghalanginya. Lelaki Arab itu menjerit keras karena ketakutan. Mendengar teriakannya, Abul Khair turun keluar meninggalkan majlisnya. Ia menatap kedua ekor singa itu dan menegur mereka, Bukankah sudah kubilang jangan ganggu para tamuku!? Kedua singa itu lalu bersimpuh di hadapan Abul Khair. Sang sufi lalu mengelus telinga keduanya dan menyuruhnya pergi. Lelaki Arab itu kehairanan, Bagaimana Anda dapat menaklukkan singa-singa yang begitu liar? Abul Khair menjawab, Aku sibuk memperhatikan urusan hatiku. Untuk kesibukanku memperhatikan hati ini, Tuhan menaklukkan seluruh alam semesta kepadaku. Sedangkan kamu sibuk memperhatikan hal-hal lahiriah, karena itu kamu takut kepada seluruh alam semesta.

Jangan Mengubur Harapan

Mari kita renungi, mungkin sering kita ucapkan atau setidaknya kita sering mendengar suatu ungkapan. Ungkapan tersebut berbunyi “Ah, uang dari mana untuk membelinya?” Perkataan ini keluar saat orang tersebut merasa tidak punya uang untuk membeli kebutuhannya. Ada juga yang mengatakan, “Bukannya tidak mau mengkuliahkan anak, tetapi uang dari mana?” Dan berbagai uangkapan senada lainnya. Apakah ini menjadi masalah?
Tentu saja. Ada beberapa impilakasi dari ungkapan ini yang sebenarnya tidak baik untuk keberhasilan kita. Jika terus saja kita mengucapkan kalimat seperti ini, bisa jadi akan menghambat keberhasilan kita dalam hidup.
Pertama, kita mendahului ketentuan Allah. Kata siapa kita tidak akan punya uang terus? Boleh saja kita tidak memiliki uang saat ini, tetapi bukan berarti tidak akan punya uang selamanya. Bisa saja besok atau lusa kita akan mendapatkan uang. Bisa saja Allah sudah merencanakan rezeki buat kita, kita tidak pernah tahu.
Kedua, jika dilihat dari segi Hukum Daya Tarik, kalimat tersebut tidak mencerminkan proses penerimaan. Bagaimana Anda bisa menarik apa yang Anda inginkan jika Anda tidak dalam kondisi menerima?
Ketiga, melemahkan motivasi. Jika kita sudah mengatakan bahwa kita tidak akan mendapatkannya maka kita akan kehilangan motivasi untuk mendapatkan keinginan kita. Meskipun, Anda boleh berkata bahwa itu hanya basa basi, tetapi pikiran bawah sadar kita tidak mengetahui apakah itu basa basi atau serius.
Ungapan tersebut sama dengan kita mengubur harapan kita sendiri. Meski hanya sebagian harapan kita yang terkubur, tetap saja memberikan kontribusi dalam mengurangi motivasi diri kita. Padahal, seperti yang dijelaskan pada ebook saya, Motivasi Diri, bahwa salah satu pemicu motivasi adalah adanya harapan untuk meraih apa yang kita inginkan.
Mulai sekarang, marilah kita lebih memperhatikan apa yang kita katakan. Ucapan, perkataan, perbincangan, dan pikiran kita mempengaruhi keberhasilan kita. Sadar atau tidak sadar, tetapi hal ini terjadi. Alangkah baiknya jika kita ganti dengan kata-kata yang lebih positif. Misalnya:
“Insya Allah, kita akan mendapatkannya.”“Insya Allah, kita bisa membelinya.”
dan berbagai kalimat positif lainnya yang memberikan harapan positif kepada kita.

Jumat, Desember 28, 2007

HIKMAH DAN MANFAAT PUASA

Puasa memiliki sejumlah hikmah atau manfaat, ditinjau dari aspek kejiwaan, sosial, kesehatan dan aspek-aspek lain.
Al-Qur’an dan Hadits menjelaskan secara menyeluruh hikmah dan manfaat puasa tersebut, diantaranya :
Puasa mempunyai kedudukan khusus di sisi Allah:
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، الْحَسَـنَةُ بِعَشْـرِ أَمْثَالِهَا إلى سَـبْعِمِائَةِ ضِـعْفٍ، يقولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إلاَّ الصـيام فَإنَّهُ لِى وأنا أَجْزِى بِهِ، تَرَكَ شَـهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ وَشَـرَابَهُ مِنْ أَجْلِى، لِلصَّـائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وفرحةٌ عند لِقَاءِ رَبِّهِ، وَلَخُلُوْفُ فَمِّ الصَّـائِمِ أَطْيَبُ عند اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسـك
"Setiap amal yang dilakukan anak adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat, - Allah Ta'ala berfirman: “ kecuali puasa, sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. (Dalam puasa, anak Adam) meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.” Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kesturi." (HR Bukhari dan Muslim)

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
وعن سهل بن سعد رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم قال: (إن في الجنة باباً يقال له الريان يدخل منه الصائمون يوم القيامة لا يدخل منه أحد غيرهم، يقال: أين الصائمون ؟ فيقومون لا يدخل منه أحد غيرهم فإذا دخلوا أغلق فلم يدخل منه أحد) مُتَّفّقٌ عَلَيهِ
Dari Sahl bin Sa’d RA bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya di surga ada satu pintu yang disebut Ar-Royyan. Itulah pintu yang pada hari kiamat dikhususkan bagi orang-orang yang puasa. Tak ada satupun orang lain masuk dari pintu itu. Ketika itu berkumandang seruan: “Mana orang-orang yang puasa?” Maka mereka pun bangkit (untuk masuk dari pintu itu). Tak ada satupun orang lain yang menyertai mereka. Apabila mereka sudah masuk, pintu itu ditutup. Jadi tak ada satupun orang lain yang masuk dari pintu itu. (HR Bukhori dan Muslim).

Orang yang puasa mendapat ampunan:
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ ما تَقَدّمَ مِنْ ذَنْبِهِ،
Barang siapa melakukan puasa Ramadhan semata-mata karena
keimanan dan mencari ganjaran, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. HR Bukhori dan Muslim

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
الصـلوات الخمس والجمعة إلى الجمعة ورمضـان إلى رمضـان مكفرات ما بينهن
إذا اجتنبت الكبائر - رواه مسـلم
“Sholat lima waktu, ibadah jum’at hingga jum’at berikutnya, ibadah Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa-dosa yang terjadi diantara waktu-waktu itu asalkan dosa-dosa besar dihindari.” (HR Muslim).

Puasa adalah perisai. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
الصَّوْمُ جُنَّةٌ - رواه الترمذي
Puasa adalah perisai (yang melindungi pelakunya dari keburukan)